Rumput laut sudah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Biasanya digunakan sebagai bahan makanan tambahan, sayuran, atau obat tradisional. Potensi budidaya rumput laut di Indonesia juga mendapatkan peran penting karena menjadi salah satu komoditas ekspor dari sektor kelautan dan perikanan.
Secara harfiah, rumput laut jika ditranslasikan ke dalam Bahasa inggris adalah “seagrass” (sea: laut, grass: rumput). Namun demikian, rumput laut yang dimaksud dalam konteks ini adalah makroalga (macroalgae) atau biasa disebut sebagai “seaweed”. Rumput laut atau seaweed menghasilkan senyawa koloid yang disebut fikokoloid i.e. agar, algin, atau karaginan. Sehingga pemanfaatan rumput laut kearah yang lebih advance adalah sebagai bahan baku industri baik makanan, kosmetik maupun farmaseutikal (Atmadja 1992; Kadi 2004).
Artikel terkait: Pengembangan Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut Jenis Ulva caulerpa
Sedangkan yang dimaksud “seagrass” disini adalah tumbuhan tingkat tinggi (Antophyta) yang hidup dan terbenam di lingkungan laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar dan berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (tunas). Sebelumnya (pada era 60 – 70 an) nama umum tumbuhan ini disesuaikan dengan hewan pengikut/pemangsanya seperti, eelgrass (Zostera marina), turtlegrass (Thallassia testudinium), manatee grass (Halodule wrightii).
Di Indonesia sendiri, seagrass memiliki beberapa nama lokal, seperti rumput pama, oseng, samo-samo (Kepulauan Seribu), sumput setu, setu laut (Kepulauan Riau), rumput anang (Sulawesi Selatan), lalamong, ilalang laut, rumput gussumi, guhungiri, alinumang (Maluku), rumput lela (Buton, Sulawesi Tenggara), atau rumput unas (Kalimantan Timur). Secara umum sebutan yang biasa digunakan adalah ‘lamun’ dimana biasa disebut oleh masyarakat pesisir Teluk Banten (Sjafrie et al. 2018).
Rumput laut (seaweed) merupakan salah satu tumbuhan laut yang tergolong dalam makroalga bentik yang biasa hidup melekat di dasar perairan. Seaweed merupakan ganggang laut yang tergolong dalam divisi Thallophyta. Klasifikasi seaweed berdasarkan kandungan pigmen dibagi menjadi empat yaitu: Green algae (Chlorophyta), Red algae (Rhodophyta), Brown algae (Phaeophyta), Golden algae (Chrysophyta).
Baca juga: Pesisir Pantai Dusun Mrican Hasilkan Rumput Laut Melimpah
Seaweed tergolong tumbuhan kelas rendah karena merupakan kelompok tumbuhan yang mempunyai sifat tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh bagian seaweed disebut thallus, dengan bentuk yang bervariasi e.g. tabung, pipih, gepeng, rambut, dan sebagainya (Suparmi dan Sahri 2009).
Uraian singkat ini dapat menjelaskan jawaban dari pertanyaan yang menjadi judul dalam artikel ini. Rumput laut berbeda dengan seagrass. ‘Rumput laut’ atau seaweed (lihat Galeri Gambar 1) merupakan tumbuhan tingkat rendah atau makroalga, sedangkan seagrass atau ‘lamun’ (lihat Galeri Gambar 2) merupakan tumbuhan tingkat tinggi, monokotil, mempunyai akar, rimpang, daun, bunga (Angiospermae), dan buah seperti halnya tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat. Seaweed maupun seagrass memiliki masing-masing peran ekologis penting dalam ekosistem perairan pesisir.
Informasi lainnya: Mengintip Potensi Bisnis Digitalisasi Rumput Laut
Artikel ini bersumber dan ditulis oleh Singgih Afifa Putra serta pertama kali dipublikasikan oleh KPTK. Ketepatan informasi di dalamnya di luar tanggung jawab Seaweednetwork.