Caulerpa merupakan salah satu genus alga laut dari Famili Caulerpaceae dan termasuk spesies dari Kelas Chlorophyceae (alga hijau) serta sering dikenal sebagai anggur laut karena tumbuh bergerombol atau berumpun. Caulerpa merupakan salah satu jenis rumput laut yang cukup potensial untuk dibudidayakan karena dapat dimanfaatkan untuk konsumsi makanan hingga bahan campuran untuk obat anti jamur (Suhartini, 2003).
Di Indonesia teknik budidaya Caulerpa ini dilakukan dengan cara membenamkannya ke dalam substrat tanah seperti sistem menanam padi pada areal/lahan bekas tambak atau mengadopsi teknik budidaya seperti halnya di Jepang. Kondisi inilah yang menimbulkan permasalahan karena tidak disemua wilayah pesisir memiliki areal bekas tambak dan mahalnya biaya operasional teknologi budidaya dari Jepang tersebut.
Oleh karena itu diperlukan suatu alih teknologi tepat guna untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satunya dapat digunakan melalui Rigid Quadrant Nets berbahan bambu untuk media tanamnya.
Teknik ini diharapkan mampu mengatasi kendala-kendala dalam pembudayaan Caulerpa racemosa untuk menunjang keberadaannya dalam jumlah besar dan secara kontinu, mengingat teknik ini mudah diterapkan, murah dari segi biaya pembuatan dan ramah lingkungan karena memanfaatkan bahan baku berupa bambu sehingga sangat mudah untuk diaplikasikan oleh masyarakat.
Dalam penelitian ini yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mengkaji dan menganalisis efektifitas dan efisiensi Rigid Quadrant Nets berbahan bambu dalam budidaya Caulerpa racemosa dan mengkaji kualitas dan kuantitas yang diperoleh dari penerapan Rigid Quadrant Nets berbahan bambu dalam budidaya Caulerpa racemosa dalam mewujudkan pembudidayaan yang optimal dan ramah lingkungan guna meningkatkan daya saing masyarakat buleleng.
Baca juga: Polybag Rumput Laut, Inovasi Untuk Tingkatkan Produksi Rumput Laut Tropical Seaweed Innovation Network (seaweednetwork.id)
Penerapan Rigid Quadrant Nets berbahan bambu atau dengan kata lain menggunakan substrat penempelan berbahan bambu secara kuantitas (jumlah hasil panen) tergolong baik, karena dari ketiga ulangan yang dilakukan bobot hasil panen melebihi 2 kali bobot awal penanaman.
Menurut CBAD (2012) Caulerpa sp. bisa tumbuh antara 10 - 13 kali setelah 3 bulan masa pemeliharaan, dimana berat awal 500 gr menjadi 6000 gr serta dengan bibit awal 120 – 140 kg, bisa dipanen setelah 20 hari, mencapai 900 kg – 1400 kg dan berikutnya bisa dipanen tiap hari (40 kg – 80 kg) selama 15 hari. Substrat atau media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya anggur laut, sedangkan anggur laut mendapatkan makanan dari air di sekitarnya melalui proses difusi.
Media bambu tergolong baik dapat disebabkan karena permukaannya yang agak kasar dan kaku sehingga rizoid lebih mudah untuk menempel dan berkembang. Di alam Caulerpa racemosa melekat pada batu atau substrat yang agak kasar untuk hidupnya. Menurut Trono dan Ganzo-Fortes (1988) diacu dalam Suhartini (2003) anggur laut tumbuh pada perairan keruh dan permukaan substrat berlumpur lunak, tepi karang yang terbuka dan terkena ombak laut yang keras serta perairan tenang yang jernih dan bersubstrat pasir keras.
Jenis ini sangat kuat melekat pada substrat karena akarnya kokoh dan bercabang pendek. Jenis substrat memegang peranan dalam kehidupan alga, oleh karena itu substrat harus diperhatikan derajat kekerasannya, kelembutannya, ketidak teraturannya dan lain sebagainya. Tipe substrat ada bermacam-macam, yaitu pasir, lumpur, pasir campur lumpur, karang mati, karang hidup, dan pecahan karang. Akan tetapi menurut Mubarak (1982) tipe substrat yang ideal untuk pertumbuhan alga adalah reef area dengan dasar pasir karang bercampur dengan potongan karang.
Dari segi kualitas, Anggur laut yang dihasilkan menunjukkan kualitas yang tergolong baik, yaitu hijau tidak ada bercak putih dan tidak mudah rapuh sehingga layak untuk dijual atau dikonsumsi. Thallus yang memutih, berlendir, mudah putus dan akhirnya mati, hal ini merupakan tanda adanya penyakit “ice - ice”.
Sesuai dengan pernyataan Doty (1987) dalam Yulianto dan Mira (2009), bahwa gejala “ice-ice” yaitu kondisi thallus terdapat bercak berwarna putih, berlendir dan semakin lama thallus patah. Ditambahkan oleh Trono (1988) yang menyatakan penyakit ini terjadi karena perubahan kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya daya tahan tanaman tersebut.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan Anggur Laut karena akan berpengaruh langsung terhadap proses metabolismenya. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan Anggur Laut memperlambat proses pertumbuhannya akibat menurunnya kerja enzim (degradasi enzim) dan cepat mengalami pemutihan thalus dan lepasnya ramuli (Hanafi, 2007).