Kepulauan Tanimba - Jajaran rumah semi permanen dengan tembok kayu beratapkan daun kelapa berjajar di area pesisir pantai Desa Adaut, Kecamatan Selaru, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Rumah-rumah tersebut merupakan tempat tinggal para warga yang melakukan 'tnyafar'.
Tnyafar merupakan istilah dari budaya menetap warga Desa Adaut yang sudah berlangsung sejak berpuluh tahun. Mayoritas warga yang melakukan tnyafar berprofesi sebagai nelayan atau petani rumput laut.
Para warga melakukan budidaya rumput laut-yang mereka sebut agar-agar-di sepanjang garis pantai dekat tempat tinggalnya. Rumput laut yang sudah dipanen lantas dikeringkan di atas tempat berbentuk seperti dipan berukuran besar.
Syarifudin, salah satu penduduk area tnyafar mengatakan budidaya rumput laut menjadi mata pencaharian utama warga di sana. Penghasilan yang diperoleh tergolong cukup untuk menghidupi keluarga.
Artikel terkait: Gencar Promosi Ekspor Rumput Laut RI ke AS Meningkat
Pria asli Buton, Sulawesi Selatan itu mengaku baru 5 tahun melakukan tnyafar di Adaut. Tepatnya pada tahun 2017 setelah menikah dengan istrinya yang merupakan warga asli Adaut.
Kepada detikcom, Syarifudin menyatakan budidaya rumput laut memiliki prospek yang cerah. Ia mengungkapkan dalam 1 atau 2 tahun ke belakang harganya terus menanjak.
Di pertengahan 2022, kata Syarifudin, harga rumput laut kering berkisar Rp 27 ribu per kilogram. Harga tersebut menurutnya sudah cukup besar.
"Rumput laut ini kayanya bakal bagus pak, Sekarang ini (harga Rp) 27 (ribu) tapi saya dengar dengar mau naik lagi," cetus Syarifudin saat berbincang dengan detikcom beberapa waktu lalu.
Syarifudin dan warga lain di Adaut melakukan budidaya rumput laut dengan metode tali bentang. Bibit rumput laut diikatkan pada tali sepanjang sekitar 25 meter, lalu dilepas ke perairan.
Syarifudin menjelaskan umumnya rumput laut bisa dipanen dalam waktu 1,5-2 bulan. Ia menjabarkan dari 1 tali bisa diperoleh 20-40 kilogram rumput laut kering.
"Rata-rata kalau bibit bagus bisa dapat 700-800 kg. Saya punya ada 40 tali. Itu sudah kering. Ada juga sampai 1 ton lebih. Dijual harga Rp 27 ribu itu pun belum harga sebenarnya, kadang dia naik kadang dia turun," papar Syarifudin.
Ia mengungkapkan jika harga stabil di angka Rp 27-30 ribu, ia bisa mengantongi Rp 20 jutaan sekali panen. Sejauh ini, harga tertinggi yang pernah didapatkannya Rp 38 ribu.
Baca juga: Mengenal Penyakit Pada Rumput Laut dan Cara Pengendaliannya
"Penghasilan (dari panen) kadang 20 jutaan (rupiah) itu harga standar. Saya pernah (jual) harga 38 (ribu rupiah). Penghasilan 20 (juta rupiah) lebih hampir 30 (juta rupiah)," tutur Syarifudin.
Hal senada diungkapkan petani rumput laut lainnya, Beatrix Srue. Wanita yang sebelumnya berjualan makanan ini memilih fokus menjadi pembudidaya rumput laut karena penghasilannya menjanjikan.
Beatrix menuturkan sekali panen dia bisa memperoleh 300-400 kilogram rumput laut kering. Nominal Rp 10-15 juta dapat dikantongi Beatrix setiap kali panen.
"Sekali panen 300-400 kg kalau tidak ada gangguan atau hama. kalau harga stabil bisa dapat 10-15 juta (rupiah) sekali panen. Harga (sempat) 39 ribu (rupiah), sekarang turun ke 27 ribu (rupiah). Tahun-tahun kemarin masih Rp 10.000," papar Beatrix.
Beatrix bercerita, awalnya untuk modal budidaya rumput laut ia mengajukan kredit ke bank. Ia pun mendapatkan pinjaman Rp 5 juta dari KUPEDES BRI.
"Ambil Kupedes pertama Rp 5 juta tahun 2017 awal pindah Tnyafar. Setelah itu ambil pinjam Rp 30 juta. Untuk modal beli tali, induk dan anakan rumput laut, beli bibit," ungkap Beatrix.
Beatrix menyatakan fasilitas kredit BRI membantu petani seperti dirinya. Dari uang kredit itu, mereka bisa melakukan budidaya dan mendapatkan penghasilan cukup besar secara berkelanjutan.
"Karena kalau kita pinjam, kita bisa beli bibit dan tali. Tapi kalau tidak ada uang kan, tidak bisa," ujar Beatrix.
Informasi lainnya: Panen Raya Rumput Laut, Menteri KKP Ciptakan Kemandirian Ekonomi
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Finance Detik. Ketepatan informasi di dalamnya di luar tanggung jawab Seaweednetwork.