Polybag (kantong) rumput laut dibuat untuk mengatasi permasalahan kualitas dan produktivitas pada pembibitan rumput laut
Rumput laut adalah salah satu primadona komoditas budidaya di Indonesia. Tentu untuk memperoleh produktivitas yang lebih dalam budidaya rumput laut tak lepas dari sentuhan inovasi teknologi. Walupun Inovasi tak mesti identik dengan teknologi tinggi, digitalisasi, atau automasi. Menghasilkan penemuan baru yang sederhana yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang ada juga dapat dikatakan inovasi. Selama tepat guna dan masih “masuk” dalam hitungan biaya produksi, maka sesederhana apa pun inovasinya jauh lebih baik dibanding teknologi tinggi tapi tidak ekonomis.
Inovasi sederhana yang tepat guna ini salah satunya dihasilkan oleh Agus Cahyadi, peneliti dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ia adalah peneliti KKP dengan 25 paten inovasi-inovasi berkaitan dengan perikanan. Namun siapa sangka, salah satu inovasi yang sudah dipatenkan sejak 2008 ini begitu sederhana. Tetapi sangat pas dalam menjawab permasalahannya.
Artikel terkait: KKP Jadikan Rumput Laut Penggerak Ekonomi Berkelanjutan
Kantong Rumput laut
Inovasi tersebut adalah polybag rumput laut. Alat ini dibuat untuk mengatasi permasalahan pada pembibitan rumput laut. Menurut Acah begitu sapaannya, selama ini kualitas bibit rumput laut yang dibudidayakan cenderung kurang bagus. Penyebabnya adalah kualitas air pantai yang sudah tidak bagus, tidak tahan arus karena hanya diikatkan pada tali tanpa pelindung, serta acapkali bibit yang dibudidayakan menjadi sumber makanan ikan.
Awal mula alat ini dibuat, lanjut Acah, karena banyak pembudidaya yang mengeluh hasil bibit rumput lautnya kurang bagus akibat sering dimakan ikan, dan memintanya membuat alat untuk mencegah hal tersebut. Sehingga akhirnya ia membuat alat pertamanya tersebut. “Dulu pakai bambu,” terang Acah. Sebelum dipatenkan, cerita Acah, alat ini sudah alami beberapa modifikasi sampai bentuk yang terakhir ini.
Terbuat dari bahan utama spons padat untuk membuat alat mengambang, dan jaring membentuk kantong untuk menyimpan bibit rumput laut. Dalam alat tersebut terdapat pengikat untuk mengikatkan alat pada tali tambang atau pipa untuk menjaganya tetap di area budidaya.
Spons pada alat tersebut berdimensi 30 x 30 cm dengan lubang ditengahnya untuk jaring. Sementara tinggi jaringnya sendiri disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. “Panjang jaringnya 20 cm. Kalo laut jernih, 5-10 cm saja udah bagus. Kalau keruh dan airnya jelek, jangan coba-coba dangkal, bisa diusahkan dengan kedalaman (jaring) 40 cm.” Jelas pria yang akrab dipanggil Acah ini.
Alat ini kini sudah diproduksi massal hingga mencapai 40 ribu unit. Menurut pengakuan Acah, ia banyak menerima testimoni positif dari para penggunanya. Dengan menggunakan alat tersebut, hasil pembibitan menjadi lebih bagus berdasarkan kualitasnya. Produktivitasnya bahkan meningkat hingga 5 kali lipat. “Kalau hasil kantong pasti tumbuh talusnya bagus,” klaim Acah.
Baca juga: Kapsul Lunak dari Rumput Laut
Produktivitas Meningkat
Alat ini menyumbang peranan penting terhadap program pembuatan bibit kultur jaringan yang dilakukan pemerintah. Menurut Acah, jangan sampai bibit berkualitas yang dihasilkan dari kultur jaringan menjadi sia-sia akibat cara budidaya yang tidak efektif. “Jangan sampai biaya pengembangan kultur jaringan yang mahal menjadi sia-sia karena budidayanya salah,” terang inovator yang baru saja mendapatkan penghargaan dari Presiden RI.
Pertanyaannya adalah apakah dengan menggunakan alat ini, budidaya tetap bisa efisien? Menurut Agus, alatnya bisa berumur hingga satu tahun. Harganya sendiri bisa berkisar Rp 40 - 60 ribu per kantong, sesuai dengan kualitas jaring yang digunakannya. Penambahan biaya produksi ini tentunya dikompensasi oleh peningkatan produktivitas. “Coba anda pikirkan, udah jauh bibit dari NTT, 15 hari hilang dimakan ikan,” argumen Agus.
Informasi lainnya: 3 Keunggulan Bibit Kultur Jaringan untuk Genjot Produksi Rumput Laut
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Trobosaqua. Ketepatan informasi dan efektivitas metode budidaya yang terdapat di dalamnya di luar tanggung jawab Seaweednetwork.