Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah mendorong peningkatan nilai tambah komoditas laut melalui pengembangan produk turunan rumput laut nonhidrokoloid. Upaya ini dinilai penting sebagai bagian dari strategi hilirisasi yang menyasar pemanfaatan rumput laut secara lebih luas dan inovatif.
“Kita perlu mendorong lahirnya inovasi produk olahan rumput laut non-hidrokoloid, seperti suplemen nutrisi, pakan, biostimulan, bioplastik, kosmetik, dan bahan kemasan ramah lingkungan. Dengan demikian, hilirisasi ini akan membuka peluang usaha yang menjanjikan,” ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Tornanda Syaifullah, di Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Potensi pasar dunia untuk produk turunan rumput laut nonhidrokoloid dinilai sangat besar, terutama di sektor biostimulan dan pakan ternak. Berdasarkan laporan dari Precedence Research, nilai pasar global untuk biostimulan berbasis rumput laut diperkirakan mencapai USD 4,36 miliar pada 2024, dan akan meningkat menjadi USD 12,85 miliar pada tahun 2034, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 11,42%.
Peningkatan ini didorong oleh tren pertanian berkelanjutan yang makin berkembang secara global. Sementara itu, Bank Dunia memperkirakan nilai pasar rumput laut nonhidrokoloid untuk pakan ternak dapat mencapai USD 1,2 miliar pada 2030 dan melonjak hingga USD 6,4 miliar pada 2050.
Sebagai bentuk komitmen terhadap penguatan sektor ini, KKP sedang menyusun peta jalan dan rencana aksi nasional untuk pengembangan industri rumput laut secara menyeluruh dalam periode 2025–2029. Dokumen ini dirancang untuk membuka potensi baru dalam pemanfaatan rumput laut nonhidrokoloid yang selama ini belum tergarap maksimal. “Sejatinya rumput laut menawarkan solusi untuk berbagai tantangan industri modern,” kata Tornanda.
Langkah awal dalam proses ini diwujudkan melalui penyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) bertema “Menguak Peluang Bisnis Olahan Rumput Laut Non Hidrokoloid”. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama Ditjen PDSPKP dengan Tropical Seaweed Innovation Network (TSIN) serta United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) melalui program Global Quality and Standards Programme (GQSP) fase kedua. FGD ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari pelaku usaha, instansi pemerintah, hingga kalangan akademisi.
“Kolaborasi dan kemitraan antara pemerintah, industri, dan lembaga penelitian menjadi kunci keberhasilan pengembangan komoditas rumput laut non-hidrokoloid,” tambah Tornanda.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, telah menegaskan pentingnya peningkatan kualitas serta volume produksi sektor perikanan melalui pendekatan ekonomi biru. Strategi ini diharapkan mampu mendorong daya saing produk kelautan Indonesia, termasuk rumput laut nonhidrokoloid, di pasar internasional.
Tonton FGD Menguak Peluang Bisnis Olahan Rumput Laut Nonhidrokoloid di sini.
Sumber: