Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Amir Husni, menyebut penelitian dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan rumput laut sebagai organisme yang memiliki potensi menyediakan zat dan senyawa bioaktif baru yang diperlukan untuk nutrisi dan kesehatan manusia. Dia mendorong pemanfaatan rumput laut cokelat untuk industri makanan fungsional.
Rumput laut cokelat (Phaeophyceae) diklaim sebagai makanan sehat karena mengandung nutrisi dan fikokimia tertentu yang sangat melimpah terutama kandungan polisakarida, polifenol (florotanin), pigmen (fukosantin), vitamin, dan mineral. Namun, masyarakat mengonsumsinya bukan karena manfaat tersebut. Pemanfaatan rumput laut pada umumnya secara turun temurun dan kesukaan.
“Sayang sampai saat ini teknologi budidaya rumput laut cokelat di Indonesia belum begitu dikuasai sehingga ketersediaan bahan baku rumput laut cokelat sangat tergantung pada alam dan musim,” ujar Amir saat menyampaikan Pidato Pengukuhan dalam Jabatan Guru Besar Bidang Ilmu Teknologi Hasil Perikanan pada Fakultas Pertanian UGM dikutip dari laman ugm.ac.id, Selasa, 13 Juni 2023.
Amir menyampaikan pidato Pemanfaatan Rumput Laut Cokelat Sebagai Sumber Pangan dan Kesehatan: Potensi dan Tantangannya. Dia mengatakan kandungan nutrisi dan metabolit sekunder dari rumput laut cokelat sangat tergantung pada spesies, umur panen, dan lingkungan (musim, suhu, salinitas, arus samudra, gelombang atau bahkan kedalaman).
Artikel terkait: Segarnya Budidaya Rumput Laut Panen per 1,5 bulan Hasilkan Rp 30 juta
Padahal, syarat sebagai bahan baku industri di antaranya harus memiliki kualitas baik, mudah didapat, tersedia secara kontinu, mudah diolah, dan harga relatif murah.
Bahkan, untuk dapat dikembangkan sebagai produk pangan fungsional, bahan baku rumput laut yang digunakan harus bebas dari cemaran logam berat dan bahan pencemar lainnya, juga harus mengandung komponen bioaktif dan zat gizi yang tinggi.
Kualitas bahan baku yang rendah akan memengaruhi kandungan komponen bioaktif dan proses pengolahan. “Oleh karena itu, perlu adanya penerapan standar budidaya dan penanganan pasca panen yang baik di tingkat petani rumput laut,” ucap dia.
Amir menyebut rumput laut dapat menjadi suatu produk pangan fungsional bila dikelola tepat sehingga menghasilkan produk pangan yang dapat diterima oleh konsumen. Hanya saja, teknologi pengolahan yang diberikan tidak merusak komponen bioaktif yang terkandung dalam rumput laut tersebut.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi pelaku industri pangan dalam menghasilkan produk pangan fungsional bagi masyarakat. Dia menyebut dari banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan secara umum rumput laut dapat meningkatkan nilai gizi produk makanan.
Baik dengan meningkatkan kadar serat pangan dan/atau mineral atau profil lipidnya maupun bahan aktif lainnya. Meski begitu, masih diperlukan proses pengolahan yang menjamin kompatibilitas rumput laut dan matriks makanan secara keseluruhan.
Tidak hanya hasil dari rumput laut itu sendiri, tetapi juga kombinasi rumput laut dengan bahan-bahan yang tepat.
“Untuk lebih meyakinkan konsumen akan manfaat rumput laut cokelat sebagai bahan pangan dan kesehatan masih diperlukan banyak bukti melalui studi invervensi pada manusia untuk mengevaluasi manfaat nutrisi dari rumput laut dan efikasi komponen bioaktif yang diklaimnya,” tutur dia.
Amir mengatakan bukti mekanistik sangat penting untuk membuktikan klaim manfaat kesehatan dari rumput laut. Contohnya, meskipun rumput laut cokelat sangat potensial sebagai antidiabetes, namun uji klinis masih sangat terbatas.
Baca juga: Cara Memilih Bibit Rumput Laut Berkualitas Baik
Oleh karena itu, masih perlu dilakukan penelitian terutama uji klinis untuk membuktikan senyawa dari rumput laut cokelat dapat sebagai bahan dalam penanganan diabetes melitus tipe 2.
Selain itu, meskipun sudah ada beberapa penelitian tentang efek hipokolesterolemia dari ekstrak rumput laut cokelat dan senyawa yang diisolasi, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami secara rinci cara kerja berbagai komponen yang terlibat dalam metabolisme kolesterol.
Dia mengatakan masih perlu juga dilakukan penelitian apakah senyawa dari rumput laut cokelat yang dilaporkan memiliki kapasitas untuk memengaruhi ekspresi protein berbeda yang terkait dengan metabolisme kolesterol.
“Diperlukan juga penelitian lebih detail efek konsumsi yang terkait dengan rumput laut cokelat dan kemungkinan interaksi serta efek samping rumput laut cokelat dan senyawa murninya bila dikonsumsi bersamaan dengan obat yang diresepkan,” papar dia.
Amir mengungkapkan hingga saat ini ketersediaan produk olahan rumput laut di Indonesia masih sangat terbatas, apalagi ketersediaan produk pangan fungsional. Pengolahan rumput laut menjadi produk makanan atau minuman masih terbatas oleh industri rumah tangga sehingga daya saing produk industri pengolahan rumput laut Indonesia pada umumnya masih sangat rendah, baik di pasar domestik maupun global.
“Selain itu lambatnya pertumbuhan investasi berbasis rumput laut juga menjadi kendala tersendiri dalam industri rumput laut di Indonesia,” jelas dia.
Padahal, keanekaragaman rumput laut di Indonesia termasuk yang terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi rumput laut Indonesia mencapai 9,12 juta ton pada 2021 dengan nilai produksi sebesar Rp28,48 triliun rupiah. Nilai tersebut meningkat 6,89 persen dibandingkan pada 2020 sebesar Rp26,65 triliun (KKP, 2022).
Seputar rumput laut: Jangan Sepelekan Penyakit Ice-ice Pada Rumput Laut, Ini Cara Mencegahnya
Angka produksi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara produsen rumput laut terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Sayangnya, sampai saat ini pemanfaatan rumput laut Indonesia belum dilakukan optimal.
Khususnya, pemanfaatan sebagai bahan baku untuk produk pangan fungsional yang dapat memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat. Padahal, pangan fungsional merupakan pangan dalam bentuk produk pangan normal yang dikonsumsi sebagai makanan dan minuman yang dapat memberikan efek manfaat bagi kesehatan karena manfaat zat gizi yang dikandungnya.
"Sumber daya rumput laut yang besar di Indonesia, sekitar 75 persen diekspor dalam bentuk bahan baku mentah rumput laut kering dan hanya sekitar 25 persen yang dilakukan pengolahan atau sebagai bahan baku industri dalam negeri,” beber dia.
Amir menyebut berbagai penelitian menunjukkan mengonsumsi makanan laut secara teratur, termasuk rumput laut, banyak memberikan manfaat untuk kesehatan dan harapan hidup yang lebih lama. Karenanya minat memproduksi dan mengonsumsi produk turunan dari rumput laut di Eropa akhir-akhir ini sangat meningkat.
Laporan SeafoodSource memperlihatkan pasar rumput laut global diperkirakan akan tumbuh hingga USD22,1 miliar pada 2024. Sementara itu, produk baru yang mengandung rumput laut yang diluncurkan di pasar Eropa antara tahun 2011 dan 2015 meningkat sebesar 147 persen dan menjadikan Eropa sebagai kawasan paling inovatif secara global setelah Asia.
Dia memaparkan saat ini, di antara ketiga kelompok rumput laut hijau, merah, dan cokelat, rumput laut cokelat paling banyak dikonsumsi sebesar 66,5 persen. Kemudian diikuti rumput laut merah 33 persen dan rumput laut hijau 5 persen.
"Rumput laut cokelat (Phaeophyceae) dinilai memiliki kandungan fitokimia beragam yang tinggi dan telah berulang kali diklaim memiliki sifat terapeutik yang penting sehingga menjadi kandidat yang bagus untuk digunakan sebagai agen bioaktif di banyak industri, termasuk industri makanan fungsional,” tutur dia.
Informasi lainnya: Koperasi Agar Makmur Sentosa Jabon MoU dengan Uluu Australia
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh Medcom. Ketepatan informasi di dalamnya di luar tanggung jawab Seaweednetwork.