Jakarta - Dua anak muda Indonesia dari Tim Carragenergy, Yumna Dzakiyyah dan Richi Fane berhasil terpilih menjadi pemenang kompetisi tahunan Schneider Electric Go Green 2021 tingkat Asia Pasifik.
Carragenergy ini adalah tim yang memenangkan Indonesia Schneider Go Green yang mewakili Indonesia untuk berkompetisi di Asia Pasifik. Ada 8 negara yang mengirimkan perwakilan dan disaring menjadi 4 tim terbaik. Lalu dimenangkan oleh Tim Carragenergy dari Indonesia.
Nantinya Tim Carragenergy ini akan berkompetisi tingkat global pada 15 Juni mendatang. Yumna dan Richi akan bersaing dengan 8 perwakilan tim dari seluruh dunia. Kedua mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) ini memiliki gagasan untuk membuat baterai organik dengan memanfaatkan ekstrak tumbuhan alga merah.
Co-Founder - Business Strategist & Analyst Carragenergy Richi Fane menjelaskan jika sekarang penanganan limbah baterai di Indonesia masih tergolong buruk. Hal ini berdampak besar pada kerusakan lingkungan dan memicu gangguan kesehatan untuk masyarakat di sekitar lokasi limbah tersebut.
Pria yang hobi bernyanyi ini menyebut, jika baterai merupakan bagian kehidupan masyarakat. Karena itu dia bersama Yumna Dzakiyyah memanfaatkan ekstrak rumput laut merah untuk bahan dasar baterai organik ini.
Selain itu, keduanya juga sempat bertemu dengan petani rumput laut bernama Dahlan di Pulau Tidung. Dahlan sering kali kelebihan hasil panen kemudian sisanya dibuang begitu saja. "Di sini kami melihat, rumput laut bisa jadi salah satu bahan baterai, karena pertumbuhannya juga cepat bisa dalam waktu 8-10 minggu bisa panen. Dari segi ekonomi, pengolahan ini bisa meningkatkan nilai tambah rumput laut bagi petani," kata mahasiswa jurusan Teknik Industri angkatan 2019 ini saat berbincang dengan detikcom.
Richi menjelaskan tujuan Tim Carragenergy ini juga sejalan dengan visi misi access to energy. Karena itu energi yang diberikan harus aman dan berkelanjutan. Untuk membuat satu baterai ini, dia membutuhkan 40 gram ekstrak rumput laun dan ia dia membutuhkan biaya sekitar Rp 6.000 sampai Rp 7.000.
Memang, baterai yang mereka buat adalah baterai yang bisa diisi ulang. "Setelah kami riset dengan baterai isi ulang lain, ini lebih murah. Secara kasar dari hasil prototype ada di sekitar Rp 6.000 sampai Rp 7.000. Pasti akan berubah ke depannya," ujar dia.
Dalam membuat baterai ini, keduanya juga menemukan kendala yakni eksperimen mereka terbatas. Karena Yumna berada di Kalimantan Tengah dan Richi di Jambi. Namun mereka berupaya untuk melakukan penelitian dengan baik dan menyiapkan diri walaupun ada keterbatasan.
Di kesempatan yang sama, Co-Founder - Product Research & Development Carragenergy Yumna Dzakiyyah menjelaskan jika Carragenergy ini menggunakan elektroda organik yang bertujuan untuk energi yang lebih hijau dan sustainable.
"Keunggulannya adalah baterai menjadi eco friendly dan non toxic karena kita tidak menggunakan bahan berbahaya. Sehingga tidak perlu additional handling care yang besar. Baterai juga sudah menggunakan solid state untuk menghindari kebocoran bateraiyang umumnya menggunakan gel dan juga untuk menghindari ledakan," tambah perempuan yang hobi olahraga ini.
Mahasiswa jurusan Teknik Elektro angkatan 2019 ini menjelaskan untuk proses penelitian keduanya dibantu oleh dosen dari ITB dan mentor yang membimbing mereka. "Selama prosesnya banyak bantuan dari ibu Paula Santirudaty dari awal proses sampai jadi prototype, dari dosen saya bapak Merfin Hutabarat dan selama perlombaan dibantu oleh tim Schneider Indonesia seperti Ibu Devina, pak Yuli dan pak Tedi," jelas dia.
Ke depan Yumna dan Richi akan melakukan uji lab produk. Karena selama ini mereka masih menggunakan baterai dengan uji rumahan hal ini demi meningkatkan kapasitas performa elektrolit dan elektrodanya.
Kemudian sesuai dengan roadmap yang dibuat, mereka ingin meningkatkan ukuran baterai sekarang masih AA dan mereka ingin berinovasi dengan ukuran lain. "Kita juga akan inovasi produk untuk scalability di luar baterai kecil dan ada ide untuk membuat USB recharge baterai.
Baterai organik ini tak hanya akan berdampak terhadap lingkungan masyarakat, tapi juga bisa berkontribusi terhadap perekonomian negara, sebagai salah satu produsen alga merah terbesar dengan kontribusi 40% dari total produksi di dunia.
Schneider Electric memang menggelar kompetisi Indonesia Schneider Go Green tahun ini. Perusahaan tersebut menggandeng Aveva untuk memperluas kesempatan generasi muda untuk berkompetisi menampilkan Bold Ideas.
Kompetisi ini mengharapkan anak-anak muda bisa menyalurkan ide-ide cemerlang di bidang pengelolaan energi dan otomasi yang bisa berdampak pada lingkungan dan masyarakat.
Duet Schneider Go Green dan Aveva ini melengkapi kategori kompetisi yaitu De[coding] the Future yang fokus pada pendekatan masa depan desain, engineering dan konstruksi aset dan infrastruktur; selain kategori Access to Energy, Homes of the Future, Plants of the Future, dan Grids of the Future. Satu tim terdiri dari dua (2) orang peserta dimana sedikitnya salah satunya adalah perempuan; sedang mengambil studi S1 maupun S2 di bidang Business, Computer Sciences, Engineering, Math, Marketing and Innovation.
Sumber: finance.detik.com