Kemenko Bidang Kemaritiman koordinasikan pembentukan Tropical Seaweed Innovation Network (TSIN), sebuah platform digital berbentuk website yang membentuk jaringan kerjasama, sinergi dan inovasi antara inovator produk rumput laut yang berada di lembaga penelitian dan pengembangan baik swasta dan pemerintah, beserta pakar rumput laut dari hulu ke hilir, dengan pelaku usaha pada industri rumput laut.
Salah satu faktor yang menghambat daya saing produk-produk rumput laut Indonesia (utamanya karaginan dan agar) di pasar global adalah kurangnya inovasi di semua rantai nilai (value chain) rumput laut, meskipun Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia untuk jenis-jenis rumput laut tropis.
Inisiasi TSIN dilakukan dengan mempertemukan berbagai pemangku kepentingan yang berlatar belakang Kementerian/Lembaga, peneliti, pemerintah daerah, pengusaha, akademisi dan asosiasi dari seluruh Indonesia di Jakarta, Jumat (1-2-2019). Pertemuan dibuka secara langsung oleh Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Bidang Kemaritiman Agung Kuswandono.
“Dengan membentuk TSIN, kita ingin meningkatkan jaringan kerjasama, sinergi dan inovasi antara Lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan (R&D) serta para peneliti atau ahli dalam bidang rumput laut dari hulu ke hilir sehingga dapat memberikan sumbangan terhadap kemajuan, hilirisasi dan daya saing produk-produk rumput laut Indonesia di pasar global,”ujar Deputi Agung dalam sambutannya.
Menurutnya, saat ini telah banyak hasil inovasi dan penelitian-penelitian rumput laut dari hulu ke hilir yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga riset dibawah Kementerian teknis (KKP, Kemenperin, Kemenristekdikti, dll). “Tapi hasil-hasil penelitian itu susah diakses atau diadopsi oleh pihak industri atau pelaku usaha lainnya,”tambah Deputi Agung.
Oleh karena itu, sambungnya, sebuah jejaring penghubung perlu dibuat. Dan langkah awalnya adalah pembentukan platform digital berbasis web melalui dukungan Sustainable Market Access through Responsible Trading of Fish in Indonesia (SMART-Fish Programme) dari United Nation Industrial Development Organization (Unido) yang telah memetakan data awal 27 lembaga dan sekitar 150 pakar rumput laut.
“Kami telah merekomendasikan TSIN ini nantinya akan dikelola oleh Kemenristekdikti sesuai Tusinya,” pungkas Deputi Agung.
Pada kesempatan yang sama, Associate Expert UNIDO, badan PBB untuk pengembangan industri bagi pengentasan kemiskinan, globalisasi inklusif dan kelestarian lingkungan Nima Barahmalian, menyatakan dukungannya agar pemerintah Indonesia segera membentuk platform TSIN. “Kami sangat mendukung dan berharap kalangan industri serta peneliti di bidang rumput laut dapat berkontribusi lebih besar pada industri pengolahan rumput laut sehingga rumput laut dapat memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi,”ujarnya dengan mimik serius.
Senada, Direktur Sistem Inovasi Kemristekdikti Ophirtus Sumule yang hadir sebagai pembicara mengaku sepakat dengan rekomendasi untuk pembentukan TSIN. “Kami ingin ada sebuah kanal khusus yang dapat mempertemukan hasil-hasil inovasi dengan kebutuhan pasar,”kata dia. Platform itu sendiri direncanakan akan diluncurkan pada Bulan April 2019.
Pentingnya peningkatan nilai produksi rumput laut didasarkan pada fakta bahwa nilai ekspor rumput laut Indonesia masih kalah bila dibanding dengan ekspor Korea Selatan meskipun secara volume, Indonesia merupakan pengekspor rumput laut terbanyak pertama di dunia. Data Trademap tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia mengekspor 160.278 ton rumput laut kering, Korea Selatan hanya 28 ribu. Tapi nilai ekspor Korea pada tahun tersebut adalah USD 284 ribu, sementara Indonesia nilai ekspornya hanya USD 159 ribu.
Salah satu faktornya adalah, sebagian besar rumput laut yang diekspor oleh Indonesia masih dalam bentuk rumput laut kering yang belum diolah. Dalam kesempatan tersebut, Direktur pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Machmud mengatakan bahwa sebetulnya Indonesia memiliki 8 jenis rumput laut yang memiliki nilai ekonomi tinggi di dunia.
“Dengan dibangunnya jejaring TSIN kami berharap ada penguatan kerja sama dan integrasi hulu-hilir dan suplai bahan baku terutama rumput laut,” bebernya. Dan yang tidak kalah pentingnya, menurut Machmud, adalah penguatan jejaring informasi hasil riset, produksi dan pasar rumput laut di dalam dan luar negeri.
Sumber : Kemenkomaritim