KALTIM Muara Badak. Rumput laut (Gracilaria sp) atau yang biasa disebut oleh masyarakat pesisir pantai Kaltim Sango-sango, merupakan penghasil agar yang memiliki fungsi terutama di dalam industry pangan olahan. Misalnya sebagai pembentuk gel pada makanan. Mie kering adalah salah satu bentuk pangan olahan dari tepung terigu yang banyak dikonsumsi dan digemari oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
Di Desa Muara Badak Ulu, Salok Pelai dan Saliki komoditi ini sudah banyak dibudidayakan di empang empang milik masyarakat. Ramlan, salah seorang pembudidaya rumput laut jenis Sango-sango menjelaskan ada 26 orang di kelompoknya yang mengelola 102 hektare lahan di Desa Salok Palai, Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara Kaltim. Rumput laut Gracilaria ini menjadi jenis yang paling banyak dibudidayakan.
Ramlan memutuskan untuk menggeluti budi daya Sango-sango ini sejak 2017 lalu, alasan utama karena tak sulit mencari dan membudidayakan tanaman tersebut. Dijelaskannya, satu hektare lahan mampu menghasilkan 1 ton rumput laut setiap bulan, dengan nilai jual Rp 5 Juta. Setelah disisihkan sebesar Rp 2 Juta untuk budi daya selanjutnya. Maka dengan hitungan tersebut, mereka mampu mendapat keuntungan bersih Rp 3 Juta per hektar per bulan, bila dikalikan 102 hektare lahan empang yang dikelola maka keuntungan 26 pembudidaya bisa mencapai Rp 306 Juta.
Lebih lanjut, Ramlan menceritakan, membudidayakan rumput laut tidaklah sulit, karena bibitnya tidak perlu diberi penanganan khusus. “Pembudidaya hanya perlu menyediakan jaring sebagai tempat pengembangannya,” ujarnya. Berbeda dengan jenis Eucheuma spinosum yang perlu lokasi khusus dan perlakuan yang berbeda untuk di budidayakan. Sango-sango bisa di integrasikan dengan budidaya ikan bandeng, jadi selain panen sango sango nantinya juga akan memanen ikan bandeng.
Hasil dari panenan Sango-sango saat ini masih harus dikirim ke Makassar, karena belum ada pabrik pengolahannya di wilayah Kukar. Padahal potensinya luar biasa ada 4 kecamatan yang memproduksi rumput laut ini, kecamatan Samboja, Muara Jawa, Marangkayu dan Muara Badak. Jika ada pabrik pengolahan yang bisa menampung langsung hasil panenan pembudidaya sango sango ini pasti akan menaikan harga beli dilapangan. Ada selisih seribu rupiah (Rp. 1.000,-) per kilo nya bila hasil panenan di olah di tempat tanpa harus dikirim ke Makassar, dari selisih biaya transporasi.
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh KTNA Nasional. Ketepatan informasi di dalamnya di luar tanggung jawab Seaweednetwork.