Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan inovasi bioindustri berbasis rumput laut melalui riset terpadu dari hulu hingga hilir yang dilakukan di Pusat riset di Lombok.
Kepala Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat BRIN, Fahrurozi, menjelaskan bahwa pusat riset ini memiliki peralatan yang lengkap untuk melangsungkan penelitian pada rumput laut dan mikroalga.
“Mengapa kami memilih rumput laut? Karena potensi besar mereka sebagai bahan baku untuk berbagai produk inovatif di bioindustri,” ujar Fahrurozi dalam keterangannya, Kamis (31/10/2024).
Ia menambahkan bahwa selama dua tahun terakhir, riset di Lombok telah difokuskan pada beberapa komoditas utama, seperti mikroalga, rumput laut, dan teripang. Komoditas ini memiliki manfaat bioperspektif yang luas, mulai dari pangan, functional food, biostimulan, bioplastik, hingga energi.
Di pusat riset tersebut, sejumlah produk turunan dari rumput laut telah dikembangkan. Beberapa di antaranya adalah produk kosmetik, nutrasetikal, biostimulan, biomaterial, dan bioenergi.
“Produk seperti yogurt dari rumput laut, abon laut, tortilla laut, hingga kosmetik berbahan ekstrak fikoeritrin merupakan beberapa inovasi yang siap dikembangkan bersama industri dan UMKM lokal,” jelasnya.
Fahrurozi juga menyoroti peluang besar untuk memproduksi biskuit bergizi tinggi berbahan dasar rumput laut, yang ditujukan untuk mencegah stunting di wilayah pesisir. Selain itu, beras analog berbasis rumput laut juga telah dikembangkan sebagai alternatif pangan dan sudah memperoleh paten.
“Kami ingin melibatkan UMKM dan industri lokal di Lombok dan NTB untuk mendukung upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Ada banyak produk yang siap untuk di-upscaling dan dikembangkan untuk masyarakat di NTB,” tambahnya.
Sebagai bagian dari upaya hilirisasi dan kolaborasi internasional, BRIN juga berencana mendirikan International Tropical Seaweed Research Center di Lombok. Pusat ini akan fokus pada pengembangan rumput laut tropis, mulai dari bibit hingga produk akhir seperti biostimulan, pangan, nutrasetikal, dan bioenergi.
Rencana tersebut diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai penghasil rumput laut terbesar kedua di dunia. Dengan potensi lebih dari 12 juta hektare lahan yang belum termanfaatkan, produksi rumput laut Indonesia tercatat sebesar 9,6 juta ton pada 2022, memberikan kontribusi devisa hingga 400 juta dolar pada 2023. Rumput laut dinilai sebagai salah satu komoditas strategis.
Fahrurozi optimistis bahwa pengembangan riset dan hilirisasi sektor ini akan menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir. “Rumput laut adalah masa depan. Potensi dan keunikannya akan membantu meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global,” tutupnya.